Minggu, 18 Agustus 2019

Emil Salim Pertanyakan Pemindahan Ibu Kota Negara


Emil Salim Pertanyakan Pemindahan Ibu Kota Negara

Emil Salim Pertanyakan Pemindahan Ibu Kota Negara -  Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden era Presiden Indonesia keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Emil Salim mempertanyakan urgensi pemindahan ibu kota negara yang saat ini direncanakan Pemerintahan Presiden Jokowi. Menurutnya, pemindahan ibu kota membutuhkan dana RP466 triliun.Agen Bola Sbobet

Dana itu menurutnya tidak sedikit. Hal tersebut diungkapkan Emil melalui cuitan di akun Twitter pribadinya, @emilsalim2010. Dalam cuitannya, ia meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar bisa menggalang diskusi publik agar semua pihak bisa melihat urgensi pemindahan ibu kota. 

Selain itu, Emil yang juga pernah menjadi menteri di berbagai sektor pada era Presiden Indonesia kedua Soeharto turut menyoroti peralihan fungsi dari sejumlah gedung kantor pemerintahan yang sudah terlanjur dibangun di DKI Jakarta. Maklum saja, ketika pindah nanti berarti gedung-gedung kantor itu akan dikosongkan dan pemerintah membangun lagi di lokasi ibu kota baru. 

"Presiden Jokowi minta izin DPR pindah ibu kota negara. Sebaiknya DPR buka kesempatan bagi publik umum mempersoalkan: apa urgensi pindah ibu kota dengan biaya Rp466 triliun? Bagaimana nasib gedung-gedung DPR, Mahkamah Agung, Gedung Pancasila, Bank Indonesia, dan lain-lain?" tulisnya pada Minggu (17/8).Agen Casino 338

Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga pernah menilai bahwa wacana pemindahan ibu kota merupakan kebijakan yang 'mubazir' alias suatu yang sia-sia. Apalagi, dengan alasan ingin meratakan pembangunan dan perekonomian.


Sebab, tujuan itu sejatinya bisa dilakukan dengan mengalirkan uang untuk pembangunan ibu kota baru ke seluruh daerah dan laksanakan pembangunan di daerah sesuai dengan potensi dan kebutuhan masing-masing daerah. 

"Kalau bicara urgensi dan prioritas, tidak ada alasan yang masuk. Lebih baik uangnya alirkan ke daerah, sehingga pembangunan serentak dan merata," ucapnya. 

Menurut Nirwono, pemindahan ibu kota tidak perlu dilakukan karena tidak didasari oleh alasan penting. Ia juga menilai alasan pemindahan dilakukan pemerintah untuk mengurangi beban Jakarta dan meratakan pembangunan tak 'rasional'. 

Bila ingin melakukan pemerataan, katanya, lebih baik pemerintah membentuk pusat bisnis baru di kabupaten dan kota lain. Misalnya, Surabaya merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur, namun pemerintah bisa membidik daerah baru untuk menjadi pusat bisnis di provinsi tersebut, seperti Malang. 

Selain itu, pemindahan ibu kota membutuhkan biaya yang tak sedikit. Menurutnya, ketimbang menghabiskan anggaran besar untuk membuat ibu kota baru, lebih baik pemerintah menyalurkannya ke daerah untuk memacu perekonomian daerah. 

Ia juga khawatir calon ibu kota baru di Indonesia akan senasib dengan Canberra, ibu kota baru Australia dan Putrajaya, pusat administrasi Malaysia. Sebab, pemindahan yang dilakukan kedua negara tetangga tidak serta merta membuat Canberra dan Putrajaya benar-benar diminati oleh masyarakatnya. 

"Begitu akhir pekan ibarat 'kota mati' karena orang-orang yang kerja di sana, kembali ke daerahnya. Jadi tidak ada denyut kehidupan, hanya untuk pemerintahan saja," katanya. 

Kendati begitu, sebelumnya Jokowi pernah memastikan bahwa pemindahan ibu kota tidak akan memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), meski membutuhkan biaya yang besar. Pasalnya, pemerintah telah menyiapkan sejumlah alternatif pembiayaan untuk pemenuhan kebutuhan dana.

Saya sampaikan kepada menteri keuangan, bahwa kita berharap tidak membebani APBN. Tapi anggaran kita siapkan untuk menjalani," ujarnya.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro turut mengonfirmasi pernyataan kepala negara. Ia mengatakan penggunaan APBN hanya akan mencapai Rp93 triliun dari total kebutuhan anggaran pemindahan ibu kota yang berkisar Rp323 triliun sampai Rp466 triliun. 

Sementara sisanya, ditutup oleh kerja sama antara pemerintah dan swasta serta swasta dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Para BUMN dan swasta, katanya, bisa menutup kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung, misalnya perumahan, pusat perbelanjaan, dan lainnya. Agen Judi Online Terpercaya

Lebih lanjut ia mengatakan pemindahan ibu kota tidak akan memberatkan keuangan negara lantaran pemerintah bakal melakukan 'tukar guling' aset negara yang ada di DKI Jakarta untuk pembangunan ibu kota baru. Ia memperkirakan 'tukar guling' aset bervaluasi hingga Rp150 triliun. 

0 comments:

Posting Komentar