PASAR BERINGIN DI JAMAN LELUHUR KU
tiga kali bibirnya bergetar pucat mengunci hentakan dadanya yang mencuat menjaga martabat “ada dewa dan leluhur di vihara
mengendap-endap dan mengambil keriput mataku menjadi batu di surga,” begitu kau berkata
anak-anak tak boleh melihat rahasia jahanam dari ribuan mulut pasar saling melontar riang terbang berkata: “ia pergi bersama lalat-lalat lapar!” nenek dan surga berdiri dalam bayang ikan subur telur menyerbu mata yang kabur sayur dan bumbu
meledak dalam karung beras yang berhambur menjadi hujan
ini bukan nyanyian nelayan tapi pelayaran panjang kolam liur yang berenang menjelajahi lidah bulan-bulan lalu pergi
tahun-tahun telah lenyap nenekku bersanggul debu telah hanyut dalam sejarah asinan asam maram serta kecut belacan yang diubahnya jadi daging sehari-hari
dalam teduh mimpi, tempat bertumbuh anak-anak kelak yang akan berdoa dengan mata sejernih mutiara“kulitnya menyusut, meninggalkan daging dan membungkus bajunya kembali pada asal ia dilahirkan
0 comments:
Posting Komentar