PETERNAK DAN SI KUCING
Namun sayang, kehidupannya yang terlihat baik-baik saja, acap kali terusik oleh orang - orang jahat yang sering meminta secara paksa kuda-kuda yang ia jual. Tentu saja, hal semacam ini tidak boleh dilakukan orang manapun. Tapi, memang kelompok ini sering kali bertindak seperti preman di belakang lainnya. Mereka meresahkan warga, namun tak ada yang berani melawan.
Padahal, si peternak , jika saja mengetahui hal ini, pasti Polisi akan menghukum berat. Namun, seperti yang telah disinggung, ia memilih diam saja karena sering diancam oleh orang -orang jahat
“Jika kau katakan hal ini pada siapapun, kami takkan segan-segan menghancurkanmu dan segala ternakmu!” Kata salah satu Preman, di suatu hari. Setelah si peternak mengancam untuk mengadu.
Karena hal ini, sang peternak tak berani mengadukannya. Ia pun hidup dalam bayang-bayang ketakutan pada para prajurit selama lebih dari dua tahun. Setiap hari, ia tetap memberi makan pada kuda-kudanya, kadang menjual kudanya dengan harga selayak mungkin, tapi kadang ia harus rela memberi kudanya secara gratis. Semua itu ia lakukan karena dipaksa oleh para Preman
Akan tetapi, pernah sewaktu-waktu si peternak melawan. Karena Kucing peliharaannya ditendang oleh salah satu prajurit, ia hampir menyerang salah satu Preman dengan garpu rumput. Ketika para Preman memaksa peternak untuk memberikan kuda terbaiknya waktu itu,Kucing itu langsung melompat dan mencakar tangan berotot salah satu Preman, dan mendesis hebat.
Karena merasa terganggu, si Preman lantas menendang si kucing begitu saja, dan membuat peternak marah. Ia mengambil garpu rumput, mengarahkannya pada salah satu Premant, dan berteriak “Jangan sentuh kucingku!”
Tapi Preman itu berhasil menghindar. Ketika itu terjadi, rombongan prajurit lain seakan gelisah. Mereka memandang keluar peternakan, dan salah satunya berkata “Ini bisa memancing keributan! Ayo pergi dari sini!”
Dan salah satunya berkata “Kami akan kembali lagi nanti!”
Mereka pun, dengan nampak penuh kekhawatiran, ke luar dari peternakan menuju kota. Mereka juga menundukkan kepala mereka, ketika melewati salah satu Preman bertubuh sangat besar yang sedang berjaga di desa. Peternak berpikir, mereka sengaja menutupi wajah mereka agar Preman berbadan besar tak mengenal mereka. Mungkin sebelumnya, mereka punya masalah atau semacamnya. Tapi peternak merasa lega, ia setidak—tidaknya belum harus memberikan kuda terbaiknya. Ia berharap dan berdoa, agar dapat menjual kuda terbaiknya secepat mungkin.
Ia sadar Kucing menghilang. Setelah para Preman tak terlihat lagi, ia mencari kucingnya. Ternyata kucing berbulu putihnya itu berjalan ke luar. Peternak, dengan tenang dan penasaran, mengikuti Kucing dengan kesunyian. Kucing itu melompat tinggi pada sebuah tembok, dan peternak memanggilnya, tapi sang kucing tak bergeming.. Tembok itu tipis dan tinggi, Kucing melompat melalui tumpukkan kotak bekas pakaian tak terpakai di depannya. Peternak memanggil lagi, tapi Kucing itu tetap melanjutkan jalannya.
“Kemana Kamu pergi?” Tanya peternak pada dirinya sendiri.
Karena penasaran, ia pun mengikuti Kucing itu. Ternyata Kucing itu tak hanya berjalan melewati tembok tipis dan rawan itu saja. Ia juga melakukan hal berbahaya lainnya, seperti berjalan tanpa takut di hadapan seekor anjing pemburu yang dirantai, melompati kubangan lumpur yang cukup luas baginya, bahkan memanjat sebuah pohon tinggi. Ia mengambil sesuatu di atas sana, dan ia menatap peternak dengan menggigit sebuah pesawat kertas. Dengan sedikit keraguan, ia melompat dari ketinggian. Kucing itu hanya bermain dan mencakar kertas itu, dan ketika ia merasa bosan, ia meninggalkannya.
Peternak pun berpikir, dan berbicara pada dirinya lagi, “Bodohnya kucingku, melintasi jalan berbahaya hanya untuk kertas tak berharga.” Ia pun membawa kucingnya kembali ke rumah.
Kemunculan bulan menandakan malam. Peternak masih memikirkan kejadian tadi siang. Kejadian di mana kucingnya sudi melewati tembok tipis, berjalan di hadapan seekor anjing, melewati kubangan lumpur, dan melompat naik-turun pohon tinggi hanya untuk kertas tak berguna. Akan tetapi, semakin ia memikirkannya, sesuatu yang berbeda melintas di kepalanya. Di detik kemudian, ia baru tersadar, ternyata dirinyalah yang selama ini sangat bodoh. kucingnya melewati perjalanan menyusahkan untuk secercah kertas tak berguna. Walaupun harus melewati rintangan dan keraguan, tetapi ia tetap melakukannya. Sedangkan dirinya, sebagai manusia, tak mau memerjuangkan hal yang penting untuknya sendiri, dan lebih memilih diam dalam rasa kepengecutannya.
Ketika pikiran itu melintas di kepalanya, peternak berdiri dari tidurnya, dan ia berjalan ke luar rumah. Ia ke luar desa dan seorang yang menjaga malam bertanya, “Apa yang kau lakukan malam-malam begini?”
“Aku ingin memerjuangkan hakku.” Kata peternak, lantang.
“Hak apa yang kau maksud?” Tanya Penjaga.
“Aku, peternak miskin di desa, sering ditindas oleh Preman yang meminta kuda-kuda yang kujual secara paksa. Aku ingin mengadukannya pada Pihak Berwajib
Mendengar itu, wajah Penjaga itu menjadi merah dan terlihat sangat marah. Untuk sesaat, peternak ketakutan dan berpikir Penjaga itu salah satu dari mereka yang sering ‘merampok’ kudanya.
Penjaga itu berteriak “Akan kubantu kau mengadukan semuanya pada Polisi Dan mereka akan mendapat balasan setimpal!”
Esok harinya, Polisi dan penjaga malam itu mencari tahu siapa-siapa Preman yang dimaksud. Setelah terbukti bersalah, Mereka di tangkap
Akan tetapi ,Si Peternak itu memohon belas kasihan kepada Polisi agar Hukuman para Preman itu tidak di perberat
Polisi itu yang seakan kecewa, berkata “Hatimu terlalu baik peternak, tapi karena aku sangat menyukai kebaikanmu, akan kuikuti saranmu.” Dan Polisi itu berbicara lantang pada Preman, Bahwa hukuman Mereka di ringankan 2 tahun sebelumnya mendapat tuntutan 10 tahun Penjara
Semua setuju dalam pengampunan itu, air mata terima kasih dan penyesalan para Preman tercucur deras. Mereka memeluk lutut peternak yang merasa tak enak.
Mulai hari itu, para Preman yang menyesal semenyesalnya, bekerja untuk peternakan si peternak. Membuat si peternak berhubungan jauh lebih baik dengan para Warga. Mereka hidup dalam keakraban, bekerja untuk membangun hubungan yang dulu rusak, dan juga sebuah peternakan kuda.
Dua tahun berselang, dan masa hukuman mereka selesai. Namun, para mantan Preman memutuskan untuk tetap bekerja pada peternak. Mereka berjanji akan membuat peternakan menjadi besar
0 comments:
Posting Komentar