Demokrat dan PDIP Beda Prinsip Soal Solar Subsidi - Komisi VII DPR RI bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), serta PT Pertamina menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (19/3). Rapat yang digelar sejak pukul 13:00 tersebut berlangsung alot.
Hal ini dimulai ketika Wakil Ketua Komisi VII, Herman Khaeron menanyakan mengenai margin yang didapatkan PT AKR Corporindo Tbk yang ikut menjual BBM satu harga di wilayah 3T. Pernyataan Direktur Utama AKR Corporindo Haryanto Adikoesoemo menyebut jika pihaknya tidak merugi hanya saja ada selisih cash flow. “Dari formula yang diajukan pemerintah masih ada margin, awal tahun depan akan diberikan selisih dari BPH, kerugian tidak ada hanya ada selisih cash flow,” kata Direktur Utama AKR Corporindo Haryanto Adikoesoemo di Ruang Rapat Komisi VII, Jakarta, Senin (19/3).Agen Bola Terpercaya
Namun, saat kembali ditegaskan, Haryanto mengatakan perbedaan cash flow yang diterima oleh AKR bukan berarti tak membuat pihaknya mendapat untung. Tidak rugi yang dimaksud oleh AKR artinya, selisih margin masih dapat ditanggung. “Kalau cash flow perbedaan masih bisa kita nanggung,” jelasnya.
“Potensi kerugian dari penjualan jenis bahan bakar tertentu maupun jenis bahan bakar khusus dan penugasan nilai kerugiannya mencapai Rp3,49 triliun. Itu untuk Januari sampai Februari saja. Namun kalau ditambah premium untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali kerugiannya itu bisa mencapai Rp 3,9 triliun,” jelas Iskandar.
Herman yang merupakan anggota Fraksi Partak Demokrat itu menilai apabila kemudian AKR benar bisa untung dengan penjualan solar, berarti Pertamina ada yang salah. “Di mana salahnya? Begitupun sebaliknya. Selanjutnya persoalan mengenai pemberian penugasan pada swasta juga perlu di dalami,” ungkapnya.
“Untuk peningkatan kesejahteraan rakyat kita tidak bisa pilih salah satu. Ketersediaan crude secara transparan. Pertamina satu-satunya BUMN yang dapat mandat langsumg dari Sabang sampai Merauke. Kalau dalam pelaksanaanya Pertamina tidak mampu lagi menjalankan sendirian bisa minta bantuan ke swasta entah di hulu maupun di hilir,” ungkapnya.
Adapun, prinsip-prinsip cross antar wilayah juga menjadi catatan. Dalam hal itu, diketahui secara jelas, untuk menjalankan kebijakan Pertamina tidak bisa lari dari mandatnya alias tidak bisa profit murni. Namun, perlu diperhatikan juga urusan mandatory ini kepada AKR ini apa dasar hukumnya. “Kalau AKR masuk ke wilayah gemuk ya akan merugikan Pertamina juga, perusahaan lain kalau mau jalankan mandat ya harus PSO. Kalau AKR mau masuk ya kontrolnya. Yang menerima harus tepat sasaran, kalau pertamina tidak sanggup ya silahkan saja AKR,” ujarnya.
(uji/JPC)
#Sumber
0 comments:
Posting Komentar